• Default Language
  • Arabic
  • Basque
  • Bengali
  • Bulgaria
  • Catalan
  • Croatian
  • Czech
  • Chinese
  • Danish
  • Dutch
  • English (UK)
  • English (US)
  • Estonian
  • Filipino
  • Finnish
  • French
  • German
  • Greek
  • Hindi
  • Hungarian
  • Icelandic
  • Indonesian
  • Italian
  • Japanese
  • Kannada
  • Korean
  • Latvian
  • Lithuanian
  • Malay
  • Norwegian
  • Polish
  • Portugal
  • Romanian
  • Russian
  • Serbian
  • Taiwan
  • Slovak
  • Slovenian
  • liish
  • Swahili
  • Swedish
  • Tamil
  • Thailand
  • Ukrainian
  • Urdu
  • Vietnamese
  • Welsh
Hari

Your cart

Price
SUBTOTAL:
Rp.0

Kontroversi UU Kepariwisataan Baru: GIPI Kecewa Dihilangkan, Kirim Surat Protes ke Presiden

img

Arrayatravelindo.com Assalamualaikum sobat jalan-jalan! Semoga hari ini penuh berkah. Di artikel ini. Kita akan mengulas tentang Peristiwa, blog yang sedang trending. Pembahasan mengenai Peristiwa, blog Kontroversi UU Kepariwisataan Baru GIPI Kecewa Dihilangkan Kirim Surat Protes ke Presiden. Jangan kelewatan simak artikel ini hingga tuntas.

Ironi di Ujung Senja: Ketika Industri Pariwisata Merasa "Disingkirkan" dari Undang-Undang Baru

Sektor pariwisata adalah salah satu mesin devisa terbesar bagi Indonesia. Namun, di balik optimisme pembangunan infrastruktur dan promosi gencar, terdapat ironi besar yang baru-baru ini mencuat. Pengesahan revisi Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009 pada 2 Oktober 2025 justru memicu kekecewaan mendalam dari induk organisasi pelaku industri pariwisata sendiri, yaitu Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI).

Kekecewaan ini bukan tanpa dasar. GIPI menyoroti hilangnya pasal yang secara eksplisit mengatur keberadaan dan peran asosiasi mereka dalam undang-undang yang baru. Merasa peranannya dikecilkan, bahkan dihilangkan, GIPI berencana melayangkan surat protes resmi kepada Presiden Prabowo Subianto. Mengapa langkah legislatif yang seharusnya mendukung industri justru memicu kegelisahan di kalangan pelaku usaha? Artikel ini akan mengupas tuntas inti permasalahan dan dampak potensialnya.

Mengapa Keberadaan GIPI Penting dalam UU?

Sebelumnya, dalam Bab XI UU Pariwisata Nomor 10 Tahun 2009, terdapat Pasal 50 yang secara gamblang menyebutkan dan mengatur pembentukan GIPI sebagai wadah pendukung pengembangan dunia usaha pariwisata. Bagi pelaku industri, pencantuman nama dan fungsi GIPI dalam undang-undang memiliki makna yang sangat penting, bukan sekadar simbolis.

Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum GIPI, menjelaskan bahwa keberadaan asosiasi yang diakui dalam UU memberikan landasan hukum yang kuat untuk koordinasi. Pariwisata adalah sektor yang sangat terfragmentasi, melibatkan berbagai subsektor mulai dari hotel, restoran, travel agen, hingga transportasi. GIPI berfungsi sebagai "rumah besar" yang menyatukan suara-suara ini agar kebijakan pemerintah dapat tersampaikan dengan efektif dan aspirasi industri terakomodasi. Dengan dihapusnya Bab XI tersebut secara keseluruhan dalam UU yang baru, GIPI menilai hal ini sama saja dengan "menghabisi" induk pelaku industri pariwisata dari sisi legalitas.

Dua Poin Kritis yang Hilang Tiba-Tiba

Kekesalan GIPI semakin diperparah karena penghapusan pasal ini diklaim terjadi tanpa pembahasan yang memadai dengan pihak industri. Padahal, ada dua substansi krusial yang seharusnya dibahas dan diamankan dalam revisi UU, namun justru tidak terealisasi:

1. Absennya Regulasi Tourism Board

Indonesia, uniknya, menjadi salah satu negara di kawasan ASEAN yang belum memiliki Tourism Board (Badan Pariwisata) yang kuat dan independen. Badan ini sangat dibutuhkan untuk mengarahkan promosi pariwisata secara terpadu dan berkelanjutan, layaknya yang dimiliki oleh negara tetangga. GIPI sebelumnya sepakat mengusulkan *Tourism Board* sebagai penyempurnaan dari tugas dan fungsi mereka. Namun, gagasan ini, yang merupakan aspirasi bersama pelaku usaha dan bahkan pernah diusulkan oleh Komisi VII DPR sendiri, ternyata *mandek* dan tidak muncul dalam UU yang disahkan.

2. Isu Pendanaan dan Pungutan Wisatawan

GIPI juga menyoroti Pasal 57A dalam UU baru yang mengatur tentang pungutan wisatawan mancanegara. Pasal ini menetapkan bahwa pungutan tersebut menjadi pendapatan pemerintah pusat, bukan dialokasikan untuk mendukung program industri pariwisata secara langsung. Para pengusaha khawatir, skema pendanaan ini berpotensi menimbulkan tumpang tindih dan membuat dukungan anggaran untuk pengembangan pasar pariwisata menjadi sulit diakses oleh pelaku usaha. Mereka berpandangan, kontribusi triliunan dari sektor pariwisata (devisa, pajak) seharusnya diimbangi dengan payung hukum yang kuat untuk pengembangan pasar oleh industrinya sendiri.

Langkah GIPI dan Respon Pemerintah

Sebagai bentuk protes keras, GIPI memutuskan akan segera mengirimkan surat kepada Presiden Prabowo Subianto, dengan tembusan kepada Menteri Sekretaris Negara, agar isu ini mendapatkan perhatian di tingkat tertinggi. Aksi ini menunjukkan betapa seriusnya dampak penghapusan pasal tersebut terhadap psikologis dan struktural industri pariwisata.

Meskipun demikian, Kementerian Pariwisata telah memberikan tanggapan resmi. Pihak Kementerian menyatakan bahwa meskipun GIPI tidak disebut secara eksplisit dalam UU, asosiasi kepariwisataan *tetap* berhak dibentuk dan berperan dalam pengembangan pariwisata Indonesia, sebagaimana diatur dalam pasal lain. Koordinasi dan kemitraan strategis, menurut Pemerintah, dapat diatur melalui peraturan pelaksana yang lebih fleksibel atau mekanisme kerja sama lainnya.

Perbandingan Keberadaan GIPI dalam UU:

UU Kepariwisataan Lama (No. 10/2009) Revisi UU Kepariwisataan Terbaru (2025)
Mencantumkan Bab XI dan Pasal 50 yang mengatur tentang GIPI secara eksplisit. Menghapus Bab XI dan Pasal 50 secara keseluruhan.
Memberikan landasan hukum langsung untuk peran asosiasi industri. Peran asosiasi diatur dalam pasal umum, dan diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksana.

Kontroversi revisi UU Kepariwisataan ini menjadi pelajaran penting bahwa pembangunan sektor pariwisata tidak bisa hanya fokus pada pencapaian target devisa, tetapi juga harus didukung oleh dialog yang transparan dan konstruktif antara pembuat kebijakan dan pelaku industri di lapangan. Hilangnya peran *leading association* dalam payung hukum tertinggi dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpastian dan justru menghambat perkembangan pariwisata berkelanjutan yang dicanangkan oleh pemerintah.

Terima kasih telah menyimak pembahasan kontroversi uu kepariwisataan baru gipi kecewa dihilangkan kirim surat protes ke presiden dalam peristiwa, blog ini hingga akhir. Semoga artikel ini menjadi langkah awal untuk belajar lebih lanjut. Pertahankan motivasi dan pantang menyerah. Sebarkan manfaat ini kepada orang-orang terdekat. Sampai bertemu lagi di artikel menarik lainnya.

Special Ads
© Copyright 2024 - Arraya Travelindo - Paket Wisata Terbaik & Terpercaya
Added Successfully

Type above and press Enter to search.

G-PY74FKT3QS